Hukum Pria Memakai Perak

Hukum Pria Memakai Perak

Hukum Memakai Cincin Perak Bagi Laki-laki dalam Islam

Reporter: Pratiwi Dwi Lestari|

Editor: Pratiwi Dwi Lestari|

Cincin merupakan perhiasan yang biasa dipakai oleh kaum wanita. Namun, pada momen pernikahan, atau tunangan biasanya laki-laki juga turut memakainya. Lalu kira-kira bagaimanakah hukum Islam melihat laki-laki memakai cincin perak?, mari kita bersama sama simak penjelasannya.

Mengutip buku Ringkasan Fiqih Islam: Ibadah dan Muamalah karya Dr. Saleh bin Al-Fauzan, hukum memakai cincin perak bagi laki-laki Muslim adalah boleh. Sebab, hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW selama masa kenabiannya.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW pernah memakai cincin perak yang mata cincinnya terbuat dari batu Habasyah. Kemudian, di permukaan cincinnya terpahat kalimat Muhammad Rasulullah yang artinya Muhammad utusan Allah.

Hadist serupa dari Anas bin Malik ra, ia berkata,”Cincin Nabi SAW dari perak dan matanya adalah habasyi”. (HR. Al Bukhari-Muslim).Habasyi memiliki beberapa makna, yakni batu akik, atau mata cincin yang berwarna hitam, atau barang tambang dari negeri Habasyah.

Hadis ini menunjukkan bahwa bolehnya menggunakan perak bagi laki-laki dan perempuan. Dan perak dibolehkan bagi laki-laki dengan syarat tidak ada unsur membanggakan diri.

Hadist yang sejalan, yang diriwayatkan dalam hadis riwayat At Tirmidzi. “Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menggunakan cincin dari perak. Beliau menstempel dengannya,”.

Ada juga fatwa yang mengatakan bahwa laki-laki diperbolehkan menggunakan perhiasan. Apabila yang dikenakannya itu terbuat dari perak atau batu mulia yang lain selain emas.

Bolehkah seorang lelaki memakai cincin suasa?

Suasa menurut Kamus Besar Dewan Bahasa membawa maksud pancalogam, iaitu campuran di antara emas dan tembaga.[1] Makanya, cincin suasa adalah cincin yang mana bahannya diperbuat daripada campuran emas dan tembaga.

Hukum Lelaki Mengambil Emas Sebagai Perhiasan

Haram hukumnya bagi lelaki mengambil emas sebagai perhiasan. Ini berdasarkan sebuah hadis yang mana Nabi SAW telah bersabda:

أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

Maksudnya: Telah dihalalkan emas dan sutera asli bagi perempuan dikalangan umatku dan diharamkan (keduanya) bagi lelaki.

Riwayat al-Nasai’e (5148)

Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah SAW telah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَلْبَسْ حَرِيرًا وَلَا ذَهَبًا

Maksudnya: Barang siapa yang beriman dengan Allah SWT dan hari akhirat, maka janganlah memakai sutera asli dan emas.

Riwayat al-Imam Ahmad di dalam Musnadnya (22249)

Hukum Lelaki Memakai Cincin Emas

Mengetahui akan keharaman bagi lelaki untuk mengambil emas sebagai perhiasan, maka begitu juga dengan memakai cincin emas bagi lelaki bahkan pengharamannya jelas melalui hadis Nabi SAW. Daripada Abu Hurairah RA:

أنَّهُ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ

Maksudnya: Sesungguhnya Nabi SAW melarang (lelaki) dari memakai cincin emas.

Riwayat Muslim (2089)

Al-Imam al-Nawawi Rahimahullah menyebutkan bahawa telah berijma` sekalian muslim akan keharusan perempuan untuk memaikai cincin emas dan telah berijma` juga akan pengharaman buat lelaki bagi memakai cincin emas.[2]

Dalam sebuah riwayat yang lain, Rasulullah SAW pernah melihat seseorang memakai cincin yang diperbuat daripada emas lalu Baginda SAW mencabut cincin tersebut dari tangan lelaki tersebut lalu mencampakkannya, kemudian Baginda SAW bersabda:

يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ

Maksudnya: Seseorang dari kalian sengaja meletakkan bara dari api neraka ditangannya.

Riwayat Muslim (2029)

Larangan serta ancaman terhadap lelaki yang memakai cincin emas telah sabit di dalam hadis Nabi SAW dan cukup baginya untuk mengatakan haram bagi lelaki memakai cincin yang diperbuat daripada emas.

Hukum Lelaki Memakai Cincin Suasa

Telah disebutkan di atas bahawa yang dimaksudkan dengan cincin suasa itu adalah cincin yang mana diperbuat daripada campuran emas dan juga tembaga. Ini menjadikan komposisi cincin tersebut bukanlah diperbuat daripada emas semata-mata bahkan terdapat campuran jenis logam yang lain.

Sekadar pengetahuan kami, suasa ini mempunyai peratusan komposisinya yang tersendiri. Secara umumnya boleh dikatakan bagi membuat cincin suasa, ianya adalah hasil campuran (secara kasar) 70% tembaga, 20% emas dan 10% perak. Kadar ini dicampurkan dengan kaedah yang tertentu lalu menghasilkan suasa.

Oleh itu, bagaimanakah pandangan para ulama’ terhadap sesuatu barang yang terhasil dari campuran emas dan juga bahan yang lain?

Di dalam mazhab Syafi’e, bagi jenis logam yang disadur dengan emas, al-Imam al-Nawawi Rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya al-Majmu`:

لَوْ كَانَ الْخَاتَمُ فِضَّةً وَمَوَّهَهُ بِذَهَبٍ أَوْ مَوَّهَ السَّيْفَ وَغَيْرَهُ مِنْ آلَاتِ الْحَرْبِ أَوْ غَيْرِهَا بِذَهَبٍ فَإِنْ كَانَ تَمْوِيهًا يَحْصُلُ منه شئ إنْ عُرِضَ عَلَى النَّارِ فَهُوَ حَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ وإن لم يحصل منه شئ فطريقان (أصحهما) وَبِهِ قَطَعَ الْعِرَاقِيُّونَ يَحْرُمُ لِلْحَدِيثِ (وَالثَّانِي) فِيهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا الْبَغَوِيّ وَسَائِرُ الْخُرَاسَانِيِّينَ أَوْ جُمْهُورُهُمْ أَحَدُهُمَا (يَحْرُمُ) (وَالثَّانِي) يَحِلُّ لِأَنَّهُ كَالْعَدَمِ

Maksudnya: Sekiranya cincin itu diperbuat dari perak dan dicampur, disadur (menggunakan api) dengan emas atau pedang yang disadur ataupun selainnya dari alatan perang dengan emas, sekiranya dileburkan kembali di atas api lalu masih dapat dikesan emasnya maka hukumnya haram secara kesepakatan. Sekiranya tidak dapat dikesan lagi emas tersebut maka ada dua jalan (yang paling sahih di antara keduanya) dan dengannya diputuskan oleh ulama’ al-`Iraq adalah haram berdasarkan hadis. (Keduanya) padanya terdapat dua pendapat dan dihikayatkan keduanya oleh al-Baghawi dan juga seluruh ulama’ al-Khurasan atau jumhur dari kalangan mereka yang mana salah satunya (haram) dan (keduanya) dibenarkan kerana ianya dihukumkan seperti tiada (emas tersebut selepas dilebur kembali).[3]

Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kami berpendapat bahawa pemakaian cincin suasa bagi lelaki adalah haram dan tidak dibolehkan. Ini berdasarkan hadis yang telah kita sebutkan pada perbincangan di atas yang mana dengan jelas Nabi SAW menyebut akan pengharamannya ke atas lelaki untuk diambil menjadikan perhiasan.

Begitu juga kami berpegang dengan kaedah:

إذا اجتَمَع الحلالُ والحرامُ غُلِّبَ الحرام

Maksudnya: Apabila berkumpul perkara halal dan haram maka perkara haram akan lebih menguasai.[4]

Komposisi cincin suasa yang mengandungi peratusan tertentu emas menjadikan ianya juga dikira terdapat emas di dalamnya meskipun setelah diadun dengan bahan-bahan yang lain. Pengharamannya juga berdasarkan keadaan dimana sekiranya cincin suasa itu dileburkan kembali, jika dapat dikesan kembali emasnya itu maka hukumnya haram. Begitu juga sekiranya jika setelah dilebur, tidak dapat dikesan lagi emasnya (istihlak), maka yang paling sahih seperti mana dinukilkan oleh al-Imam al-Nawawi adalah haram juga hukumnya.

Islam membenarkan lelaki memakai cincin yang diperbuat daripada perak bahkan cincin Nabi SAW juga diperbuat daripada perak. Maka pilihlah yang dibenarkan oleh syarak dan jauhilah perkara syubhat. Wallahu a`lam.

S.S Datuk Dr. Zulkifli Bin Mohamad Al-Bakri

Mufti Wilayah Persekutuan

20 Mac 2017 bersamaan 21 Jamadil Akhir 1438H

[1] Lihat Kamus Dewan Edisi ke-4, hlm. 1528.

[2] Lihat Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim. Dar Ihya’ al-Turath al-Islami, (14/65)

[3] Lihat Al-Majmu` Syarh al-Muhazzab. Dar al-Fikr, (4/441)

[4] Lihat Al-Asybah wa al-Nazair oleh al-Imam al-Suyuti Rahimahullah. Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, hlm. 105.

Assalamu alaikum ustadz…

Saya ingin bertanya, bolehkan laki-laki memakai perhiasan emas putih? misalnya cincin.

Saya pernah dengan bahwa laki-laki tidak boleh memakai perhiasan emas. Akan tetapi, setau saya emas putih itu bukan logam emas (Aurum). JAdi apa boleh dipakai?

Terima kasih atas jawabannya

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Febrina yang dimuliakan Allah swt

Saya pernah membaca sebuah tulisan yang menceritakan tentang kekecewaan seorang ibu ketika ia hendak menikah. Pada saat itu ia berfikir untuk membelikan emas putih untuk calon suaminya sebagai cincin perkawinan mereka di sebuah toko emas.

Ternyata selang beberapa lama setelah menikah emas putih itu terlihat memudar dan lama kelamaan menjadi kuning dan mulailah ia menyadari bahwa emas putih yang dia harapkan sebelumnya adalah platina ternyata ia hanya emas kuning biasa yang disepuh dengan bahan tertentu sehingga tampak putih.

Dari kisah tersebut maka perlu dibedakan antara emas putih dan platina. Apabila emas putih yang dimaksud adalah emas kuning (Aurum) yang dicampur dengan unsur-unsur logam putih, seperti nikel, palladium sehingga merubah warna aslinya dari kuning menjadi putih maka hukum mengenakan ‘emas putih’ ini bagi seorang laki-laki adalah haram dikarenakan penyepuhan tersebut tidaklah menghilangkan zat aslinya yaitu emas kuning (Aurum), sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah saw melihat sebuah cincin dari emas ditangan seorang laki-laki maka beliau saw pun melepas dan membuangnya. Dan beliau saw bersabda,”Salah seorang diantara kalian sengaja menginginkan bara api dari neraka dengan mengenakannya (cincin emas) ditangannya.’ Kemudian dikatakan kepada laki-laki itu setelah Rasulullah saw pergi,’Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah.’ Orang itu berkata,’Tidak, demi Allah aku tidak akan mengambilnya selama-lamanya, sesungguhnya Rasulullah saw telah membuangnya.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al ‘Ash bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa dari umatku mengenakan emas kemudian dia mati masih dalam keadaan mengenakannya maka Allah mengharamkan baginya emas di surga. Dan barangsiapa dari umatku yang mengenakan sutera kemudian dia mati masih dalam keadaan mengenakannya maka Allah mengharamkan baginya sutera di surga.” (HR. Ahmad)

Pengharaman ini khusus bagi laki-laki dan tidak bagi perempuan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ali bahwasanya Nabi saw mengambil sebuah sutera dan menjadikannya di sebelah kanannya dan mengambil sebuah emas dan menjadikannya di sebelah kirinya kemudian beliau saw bersabda,”Sesungguhnya kedua jenis ini haram bagi kaum laki-laki dari umatku.” (HR. An Nasai dan Abu daud) demikian juga sabdanya saw,”Dihalalkan (mengenakan) sutera dan emas bagi kaum wanita dari umatku dan diharamkan bagi kaum laki-lakinya.” (HR. Ahmad)

Jadi emas warna apa pun, baik putih, merah atau yang lainnya selama ia hanyalah sepuhan yang dilakukan pada emas kuning maka hukumnya haram bagi laki-laki untuk dikenakan.

Adapun apabila emas putih yang dimaksudkan adalah platina maka ia tidaklah termasuk dalam golongan emas (Aurum). Ia memang termasuk kategori logam yang mahal bahkan ada yang mengatakan bahwa harganya 4 – 5 kali lebih mahal daripada emas. Dengan demikian diperbolehkan bagi kaum pria untuk mengenakannya dikarenakan tidak ada dalil-dalil syariat yang menunjukkan pengharamannya terhadap laki-laki.

Penamaan masyarakat selama ini bahwa platina adalah emas putih tidaklah menjadikannya haram karena ia hanyalah sebatas penamaan yang pada hakekatnya ia bukanlah emas, sebagaimana mahalnya harga platina juga tidak menjadikannya haram untuk dikenakan oleh kaum laki-laki.

Sedangkan tentang cincin kawin dalam pandangan islam bisa dilihat pada rubrik ini dengan judul “Hukum Cincin Kawin”.

-Ustadz Sigit Pranowo,Lc-

Bolehkah seorang lelaki memakai cincin suasa?

Suasa menurut Kamus Besar Dewan Bahasa membawa maksud pancalogam, iaitu campuran di antara emas dan tembaga.[1] Makanya, cincin suasa adalah cincin yang mana bahannya diperbuat daripada campuran emas dan tembaga.

Hukum Lelaki Mengambil Emas Sebagai Perhiasan

Haram hukumnya bagi lelaki mengambil emas sebagai perhiasan. Ini berdasarkan sebuah hadis yang mana Nabi SAW telah bersabda:

أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

Maksudnya: Telah dihalalkan emas dan sutera asli bagi perempuan dikalangan umatku dan diharamkan (keduanya) bagi lelaki.

Riwayat al-Nasai’e (5148)

Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah SAW telah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَلْبَسْ حَرِيرًا وَلَا ذَهَبًا

Maksudnya: Barang siapa yang beriman dengan Allah SWT dan hari akhirat, maka janganlah memakai sutera asli dan emas.

Riwayat al-Imam Ahmad di dalam Musnadnya (22249)

Hukum Lelaki Memakai Cincin Emas

Mengetahui akan keharaman bagi lelaki untuk mengambil emas sebagai perhiasan, maka begitu juga dengan memakai cincin emas bagi lelaki bahkan pengharamannya jelas melalui hadis Nabi SAW. Daripada Abu Hurairah RA:

أنَّهُ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ

Maksudnya: Sesungguhnya Nabi SAW melarang (lelaki) dari memakai cincin emas.

Riwayat Muslim (2089)

Al-Imam al-Nawawi Rahimahullah menyebutkan bahawa telah berijma` sekalian muslim akan keharusan perempuan untuk memaikai cincin emas dan telah berijma` juga akan pengharaman buat lelaki bagi memakai cincin emas.[2]

Dalam sebuah riwayat yang lain, Rasulullah SAW pernah melihat seseorang memakai cincin yang diperbuat daripada emas lalu Baginda SAW mencabut cincin tersebut dari tangan lelaki tersebut lalu mencampakkannya, kemudian Baginda SAW bersabda:

يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ

Maksudnya: Seseorang dari kalian sengaja meletakkan bara dari api neraka ditangannya.

Riwayat Muslim (2029)

Larangan serta ancaman terhadap lelaki yang memakai cincin emas telah sabit di dalam hadis Nabi SAW dan cukup baginya untuk mengatakan haram bagi lelaki memakai cincin yang diperbuat daripada emas.

Hukum Lelaki Memakai Cincin Suasa

Telah disebutkan di atas bahawa yang dimaksudkan dengan cincin suasa itu adalah cincin yang mana diperbuat daripada campuran emas dan juga tembaga. Ini menjadikan komposisi cincin tersebut bukanlah diperbuat daripada emas semata-mata bahkan terdapat campuran jenis logam yang lain.

Sekadar pengetahuan kami, suasa ini mempunyai peratusan komposisinya yang tersendiri. Secara umumnya boleh dikatakan bagi membuat cincin suasa, ianya adalah hasil campuran (secara kasar) 70% tembaga, 20% emas dan 10% perak. Kadar ini dicampurkan dengan kaedah yang tertentu lalu menghasilkan suasa.

Oleh itu, bagaimanakah pandangan para ulama’ terhadap sesuatu barang yang terhasil dari campuran emas dan juga bahan yang lain?

Di dalam mazhab Syafi’e, bagi jenis logam yang disadur dengan emas, al-Imam al-Nawawi Rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya al-Majmu`:

لَوْ كَانَ الْخَاتَمُ فِضَّةً وَمَوَّهَهُ بِذَهَبٍ أَوْ مَوَّهَ السَّيْفَ وَغَيْرَهُ مِنْ آلَاتِ الْحَرْبِ أَوْ غَيْرِهَا بِذَهَبٍ فَإِنْ كَانَ تَمْوِيهًا يَحْصُلُ منه شئ إنْ عُرِضَ عَلَى النَّارِ فَهُوَ حَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ وإن لم يحصل منه شئ فطريقان (أصحهما) وَبِهِ قَطَعَ الْعِرَاقِيُّونَ يَحْرُمُ لِلْحَدِيثِ (وَالثَّانِي) فِيهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا الْبَغَوِيّ وَسَائِرُ الْخُرَاسَانِيِّينَ أَوْ جُمْهُورُهُمْ أَحَدُهُمَا (يَحْرُمُ) (وَالثَّانِي) يَحِلُّ لِأَنَّهُ كَالْعَدَمِ

Maksudnya: Sekiranya cincin itu diperbuat dari perak dan dicampur, disadur (menggunakan api) dengan emas atau pedang yang disadur ataupun selainnya dari alatan perang dengan emas, sekiranya dileburkan kembali di atas api lalu masih dapat dikesan emasnya maka hukumnya haram secara kesepakatan. Sekiranya tidak dapat dikesan lagi emas tersebut maka ada dua jalan (yang paling sahih di antara keduanya) dan dengannya diputuskan oleh ulama’ al-`Iraq adalah haram berdasarkan hadis. (Keduanya) padanya terdapat dua pendapat dan dihikayatkan keduanya oleh al-Baghawi dan juga seluruh ulama’ al-Khurasan atau jumhur dari kalangan mereka yang mana salah satunya (haram) dan (keduanya) dibenarkan kerana ianya dihukumkan seperti tiada (emas tersebut selepas dilebur kembali).[3]

Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kami berpendapat bahawa pemakaian cincin suasa bagi lelaki adalah haram dan tidak dibolehkan. Ini berdasarkan hadis yang telah kita sebutkan pada perbincangan di atas yang mana dengan jelas Nabi SAW menyebut akan pengharamannya ke atas lelaki untuk diambil menjadikan perhiasan.

Begitu juga kami berpegang dengan kaedah:

إذا اجتَمَع الحلالُ والحرامُ غُلِّبَ الحرام

Maksudnya: Apabila berkumpul perkara halal dan haram maka perkara haram akan lebih menguasai.[4]

Komposisi cincin suasa yang mengandungi peratusan tertentu emas menjadikan ianya juga dikira terdapat emas di dalamnya meskipun setelah diadun dengan bahan-bahan yang lain. Pengharamannya juga berdasarkan keadaan dimana sekiranya cincin suasa itu dileburkan kembali, jika dapat dikesan kembali emasnya itu maka hukumnya haram. Begitu juga sekiranya jika setelah dilebur, tidak dapat dikesan lagi emasnya (istihlak), maka yang paling sahih seperti mana dinukilkan oleh al-Imam al-Nawawi adalah haram juga hukumnya.

Islam membenarkan lelaki memakai cincin yang diperbuat daripada perak bahkan cincin Nabi SAW juga diperbuat daripada perak. Maka pilihlah yang dibenarkan oleh syarak dan jauhilah perkara syubhat. Wallahu a`lam.

S.S Datuk Dr. Zulkifli Bin Mohamad Al-Bakri

Mufti Wilayah Persekutuan

20 Mac 2017 bersamaan 21 Jamadil Akhir 1438H

[1] Lihat Kamus Dewan Edisi ke-4, hlm. 1528.

[2] Lihat Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim. Dar Ihya’ al-Turath al-Islami, (14/65)

[3] Lihat Al-Majmu` Syarh al-Muhazzab. Dar al-Fikr, (4/441)

[4] Lihat Al-Asybah wa al-Nazair oleh al-Imam al-Suyuti Rahimahullah. Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, hlm. 105.

Assalamualaikum w.b.t Dato’ Seri. Apa hukum lelaki memakai perak? Adakah boleh bagi seorang lelaki memakai cincin perak?

Waalaikumussalam w.b.t Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, selawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, ahli keluarga Baginda SAW, sahabat Baginda SAW serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah Baginda SAW.

Perhiasan pada asalnya adalah diharuskan sekiranya tiada dalil yang mengharamkannya seperti berlebihan dan melampaui batas dan mendatangkan fitnah. Syeikh Sadiq Hassan al-Qinnauji menakalkan daripada Abu Sa’ud, menyebut, “Sesungguhnya setiap perhiasan itu diharuskan melainkan apabila didatangkan dengan dalil (melarangnya).” (Lihat Fath al-Bayan fi Maqasid al-Quran, 4/335)

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Maksudnya: “Wahai anak-anak Adam! Pakailah pakaian kamu yang indah berhias pada tiap-tiap kali kamu ke tempat ibadat (atau mengerjakan sembahyang), dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu melampau; sesungguhnya Allah tidak suka akan orang-orang yang melampaui batas.”

Syeikh al-Sa’di menyatakan di dalam tafsirnya, apa yang dimaksudkan ayat di atas adalah perintah menutup aurat ketika solat. Oleh itu, menutup aurat apa yang terdapat pada perhiasan di badan. Dan merangkumi apa yang terkandung di dalam ayat ini adalah memakai pakaian yang baik dan bersih, arahan menutup aurat dan penggunaan perhiasan untuk kecantikan. (Lihat Taisir al-karim al-Rahman fi Tafsir kalam al-Mannan, 1/287)

Hukum Lelaki Memakai Cincin Perak

Lelaki tidak dilarang memakai cincin perak kerana Nabi SAW pernah memakainya. Anas R.A berkata:

لَمَّا أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى الرُّومِ، قِيلَ لَهُ: إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَخْتُومًا، «فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِي يَدِهِ، وَنَقَشَ فِيهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ»

Maksudnya: “Ketika Nabi SAW hendak menulis surat kepada Rom, dikatakan kepada Baginda: “Sesungguhnya mereka tidak membaca surat melainkan terdapat padanya cap mohor.“ Lalu Baginda membuat cincin yang bercap mohor yang diperbuat daripada perak, seolah-olah aku masih melihat kilauan putih cincin itu di tangan Baginda. Baginda mengukir padanya kalimah Muhammad Rasulullah padanya.“

Riwayat al-Bukhari (2938) dan Muslim (2092)

Ulama’ menyebut: Cincin perak adalah dibenarkan menurut sepakat ulama’, kerana ia datang daripada riwayat yang sahih bahawa Nabi SAW memiliki cincin perak dan para sahabatnya juga memakai cincin. Ini berbeza dengan emas, yang diharamkan dengan sepakat imam yang empat. (Lihat Majmu’ Fatawa, 25/63-65)

Syeikh Zakariyya Al-Ansari menyebut bahawa diharuskan bagi seorang lelaki memakai cincin perak kerana mengikut (ittiba’) Rasulullah SAW, bahkan hukumnya adalah sunat, namun lelaki tidak boleh memakai gelang (al-siwar) dan tidak halal baginya, meskipun gelang tersebut diperbuat daripada perak. Hal ini kerana memakai gelang itu mempunyai unsur kewanitaan, dan ia tidak layak dan sesuai dengan sifat seorang lelaki. (Lihat Fatawa Hujjah al-Islam Abu Hamid al-Ghazali, hlm. 30; al-Majmu’, 4/444; Asna Al-Matalib, 1/379)

Hukum Memakai cincin Tunangan Terbuat Dari Perak, Emas Atau Logam Lainnya

HUKUM MEMAKAI CINCIN TUNANGAN YANG TERBUAT DARI PERAK, EMAS ATAU LOGAM BERHARGA LAINNYA

Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Pertanyaan. Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : “Apa hukum memakai cincin tunangan bila terbuat dari perak, emas atau logam berharga lainnya?”

Jawaban. Memakai emas, baik cincin atau jenis lainnya, tidak diperbolehkan bagi lelaki dalam bagaimanapun juga, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang penggunaan emas bagi kaum lelaki dari umat ini. Beliau pernah melihat seorang lelaki memakai cincin emas di jarinya, beliau langsung mencopotnya dan bersabda.

يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَضَعُهَا فِيْ يَدِهِ

“Salah seorang di antara kalian telah mengambil sebongkah bara dari Neraka dan menaruhnya di tanganya“.

Maka diharamkan bagi lelaki untuk memakai emas. Sedangkan cincin yang terbuat dari selain emas, seperti dari perak dan logam lainnya, maka diperbolehkan memakainya, meski terbuat dari logam yang sangat mahal.

Sedangkan cincin tunangan, bukanlah merupakan kebiasaan kaum muslimin. Bila meyakini bahwa cincin tunangan bisa memperkuat rasa sayang antara kedua suami istri, dan mencopotnya akan berpengaruh terhadap hubungan keluarga, ini merupakan syirik, dan termasuk keyakinan jahiliyah. Oleh karenanya tidak diperbolehkan memakai cincin perkawinan dengan sebab-sebab.

Pertama. Mengikuti sesuatu yang tidak ada kebaikannya sama sekali. Cincin pertunangan bukan merupakan adat kaum muslimin.

Kedua. Jika dibarengi dengan keyakinan bahwasanya cincin pertunangan bisa berpengaruh terhadap hubungan suami istri, maka sudah termasuk syirik. Tiada daya dan kekuatan hanya dari Allah.

(Kitab Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Al-Fauzan)

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanit, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]

Emas dan perak termasuk logam yang sering diolah menjadi perhiasan dan sering dikenakan oleh wanita. Lantas bagaimana hukum penggunaannya pada laki-laki muslim?

Menukil dari buku Ringkasan Fiqih Islam oleh Saleh bin Al-Fauzan, kaum Adam diperbolehkan memakai perhiasan yang terbuat dari perak seperti cincin. Rasulullah sendiri memakai cincin perak murni.

Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku pada cincin emas. Laki-laki diharamkan mengenakan emas sebagai perhiasan sesuai dengan larangan Rasulullah, dari Abu Hurairah meriwayatkan,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rasulullah SAW melarang untuk memakai cincin emas," (HR Muslim)

Pada hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, pada suatu hari Nabi Muhammad melihat cincin emas dipakai oleh seorang laki-laki. Beliau mencabut dan membuang cicin dari tangan orang tersebut, kemudian bersabda,

"Salah seorang dari kalian telah sengaja mengambil batu api neraka dan meletakkannya di tangannya," (HR Muslim)

Walau begitu, laki-laki diperbolehkan menggunakan emas jika sangat memerlukannya. Contohnya untuk menambal hidung dan pengikat gigi, ini pernah terjadi oleh Arfajah bin Sa'ad RA.

Kala itu, hidungnya terpotong ketika melawan Bani Kilab dalam peperangan. Arfajah bin Sa'ad RA kemudian memakai hidung dari perak, namun beberapa hari setelahnya hidung tersebut membusuk dan menjadi bau.

Akhirnya, Rasulullah SAW memerintahkannya untuk memakai hidung dari emas. Riwayat mengenai hal ini ada dalam Sunan Abi Dawud dan Al-Mustadrak karya Al-Hakim serta termasuk ke dalam shahihnya.

Kemudian, dijelaskan juga dalam buku Risalah Al-Khatam susunan Ahmad Zarkasih bahwa lelaki yang belum baligh diperbolehkan untuk mengenakan emas. Dalam pandangan mazhab Maliki dan Syafi'i, anak kecil hukumnya sama seperti wanita dalam hal memakai perhiasan emas.

Selain emas, lelaki juga dilarang menggunakan pakaian yang terbuat dari kain sutra. Mengutip dari Syarat Wajib Shalat dan Hukum Mengurus Jenazah oleh Al-Qadhi Abu Syuja' Ahmad bin Al Husain Al-Ashfahani, Rasulullah SAW bersabda,

"Janganlah kalian mengenakan pakaian sutra," (HR Bukhari)

Kemudian, pada hadits Imam Tirmidzi disebutkan juga terkait pelarangan sutra dan emas bagi laki-laki.

"Memakai sutra dan emas diharamkan bagi kaum laki-laki umatku, tapi halal bagi kaum wanitanya,"

Hukum Lelaki Memakai Cincin Perak

Ustadz bagaimana hukumnya lelaki memakai cincin perak? 0857–1866-xxx

Hukumnya halal karena cincin Nabi saw pun terbuat dari perak. Yang haram bagi lelaki itu cincin dari emas. Kalau dari perak hukumnya halal. Riwayat tentang cincin Nabi saw itu sendiri ditemukan dua:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  قَالَ كَتَبَ النَّبِيُّ ﷺ كِتَابًا أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُمْ لَا يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلَّا مَخْتُومًا فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ

Dari Anas ibn Mali ra, ia berkata: Nabi saw menulis atau hendak menulis surat. Lalu dikatakan kepada beliau: “Mereka tidak akan membaca surat kecuali yang distempel.” Maka beliau pun membuat stemple cincin dari perak yang ukirannya ‘Muhammad Rasulullah’ (Shahih al-Bukhari bab ma yudzkaru fil-munawalah no.65).

كَانَ خَاتَمُ رَسُولِ اللهِ ﷺ مِنْ وَرِقٍ وَكَانَ فَصُّهُ حَبَشِيًّا

“Cincin Rasulullah saw terbuat dari perak. Dan mata cincinnya dari Habasyah (‘aqiq).” (Shahih Muslim kitab al-libas waz-zinah bab fi khatamil-wariq fashshuhu habasyiyyan no. 5607).

Terkait dua riwayat di atas, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa bisa jadi Nabi saw memiliki dua cincin; cincin perak yang ada batu ‘aqiq-nya dari Habasyah dan cincin perak murni yang ada ukiran “Muhammad Rasulullah”.

Yang terlarang menggunakan perhiasan dari emas, karena itu khusus untuk perempuan. Status lelaki yang memakai perhiasan emas sama dengan lelaki yang memakai pakaian perempuan, yakni terlaknat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw: “Nabi saw melarang cincin dari emas.” (Shahih al-Bukhari kitab al-libas bab khawatim adz-dzahab no. 5863-5864).

حُرِّمَ لِبَاسُ الحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ

Diharamkan pakaian sutera dan emas untuk kaum lelaki umatku dan dihalalkan untuk kaum perempuannya (Sunan at-Tirmidzi kitab abwab al-libas bab ma ja`a fil-harir wadz-dzahab no.1720).

Hal lainnya yang terlarang bagi laki-laki adalah makruh—tidak sampai haram—mengenakan cincin di jari telunjuk dan jari tengah. Ini berdasarkan pernyataan ‘Ali ra:

نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ أَتَخَتَّمَ فِى إِصْبَعِى هَذِهِ أَوْ هَذِهِ. قَالَ فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَالَّتِى تَلِيهَا

“Rasulullah saw melarangku mengenakan cincin di jari ini dan ini.” Kata Abu Burdah: ‘Ali berisyarat pada jari tengah dan yang di sampingnya (Shahih Muslim bab an-nahy ‘anit-takhattum fil-wustha wal-lati taliha no. 5614. Dalam riwayat an-Nasa`i disebutkan jelas jari yang di sampingnya itu jari telunjuk—Sunan an-Nasa`i bab an-nahy ‘anil-khatam fis-sababah no. 5211 dan bab maudli’ul-khatam no. 5286).

Anas ra menyebutkan bahwa Nabi saw biasa memakai cincin di jari manis tangan kirinya:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ خَاتَمُ النَّبِىِّ ﷺ فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصِرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى

Dari Anas, ia berkata: “Cincin Nabi saw itu dipakainya di sini,” sambil berisyarat ke jari manis dari tangan kirinya (Shahih Muslim bab fi labsil-khatam fil-khinshir no. 5610).

Tetapi dalam riwayat lainnya menyebutkan kadang di tangan kanan. Menurut Imam an-Nawawi larangan menggunakan cincin di jari tengah dan telunjuk tidak sampai haram, hanya makruh, sebab larangannya tidak keras dan tidak ada ancaman siksa. Larangan ini jelasnya juga hanya berlaku bagi lelaki, sebab ‘Ali tegas menyebutkan “melarangku” tertuju pada dirinya yang laki-laki. Bagi perempuan ada keleluasaan untuk memakai cincin di jari mana saja (Syarah Shahih Muslim). Wal-‘Llahu a’lam.